Tampilkan postingan dengan label Hujan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hujan. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 November 2013

Lady Rain



"Kamu inget, pertama kali kita kesini, hujan turun persis dijalan ini.
Kedua kalinya kita kesini, hujan turun lagi.
Padahal sebelum-sebelumnya aku dateng kesini, ngga pernah kehujanan.
Kamu tuh kayak pemanggil hujan, tau ngga sih"
and then, he smiled.

Rasanya seperti deja vu.
Mendengar kalimat yang sama mengulang dari bibir yang berbeda.
Lady rain.
Begitu julukan yang dulu sering kau ucapkan untuk menggodaku.
Dan untuk sepotong nama dan beberapa rintik hujan itulah hari ini aku mengingat tentangmu.
Kamu yang sekarang lamat-lamat kuingat dengan sakit hati dan benci yang menggumpal seperti racun.
Tapi hari ini, ketika kalimat itu diucapkan, atas nama kenangan,
Ku biarkan sakit hati itu meluntur tersapu hujan.
Melarut dengan debu jalan yang selama ini terbiarkan menggersang.
Mungkin belum dimaafkan,
Mungkin belum terlupakan,
Tapi hari ini, kubiarkan namamu berlalu.

"Ayo kita pulang"
"Masih hujan"
"Sebentar lagi juga hujan berhenti, ayo jalan saja"
"Yakin?"
"Percaya sama aku?"
"...ya :)"
Dan sepanjang perjalanan itu, hujan berhenti





Something about blue







He likes blue sky,
His sky was me
Then someday i realize, that i'm not his sky anymore
And i'm feeling so blue at the moment
.....


Suddenly remember this quote from Christian Simamora.
One of my favorite book. Lost it when i moved to our new house five years ago.
*Sigh*


Selasa, 29 Oktober 2013

Surat kepada Sang Ballerina





Tiara,
Pernahkah kamu merasa begitu mencintai seseorang?
Pernahkah pada suatu waktu, ada seseorang yang pernah menjadi poros duniamu?
Dan ketika harapanmu sedang membumbung tinggi,
Ketika mimpi sudah dibekukan dalam botol-botol kristal,
Tiba-tiba saja dia pergi.
Seperti uap yang menguar dari teko panas.
Mengepul, lalu melebur.

Tiara,
Saat ini aku sedang menghitung,
Satu per satu mereka yang sedang beranjak pergi,
Pergi jauh-jauh, karena duniaku sedang keruh.
Sedikit sekali yang ku temukan bersisa.
Mungkin kau salah satunya, karena itulah satu-satunya alasan aku menuliskan surat ini kepadamu.

Tiara,
Aku ingin pergi.
Rasanya seperti aku sudah siap mengepak koperku dan menyeretnya kemana pun.
Tempat dimana matahari bersinar lebih lama daripada disini yang mendung dan berangin.
Tapi lagi-lagi alasan itu memintaku untuk tinggal.
Tinggal untuk dia yang masih ingin kupanggil cinta.
Menunggu sedikit lebih lama.
Entah untuk apa.
Mungkin sebagai pembuktian, 
mungkin sebagai penantian, 
mungkin menunggu penyesalan.
Hingga akhirnya nanti rasa itu hilang,
digerus hujan kuatir dan gelisah yang bergantung resah di ujung rasa.









Minggu, 08 September 2013

Unfinished

Kepada dia,
Yang selalu namanya tak terlupa dalam setiap doa

Kau... apa kabar?
Kali ini kita berdiri pada dua sisi yang saling berjauhan
Kau pada jalanmu.
Aku pada jalanku.
Sejak kapan dunia berputar pada poros yang salah?
Atau sejak dulu, matahari memang salah terbit?
Hanya saja, sekarang mereka insaf.
Sehingga hanya kita yang merasa salah?
Limbung lalu hilang arah.

Apa yang akan kau lakukan setelah ini?
Kau punya rencana?
Baik-baikkah hidupmu disana?

Aku kembali pada titik awal.
Titik sebelum aku mulai melangkah.
Mungkin aku masih ingin menjajal jogja.
Sendirian.
Seperti mimpiku dulu.
Menjual kenangan. Mencari bahagia.

Mungkin pada satu waktu, kita akan kembali bertemu.
Dan aku akan menceritakan padamu mimpi-mimpiku yang sudah lunas kubayar.
Dan kau akan bercerita tentang mimpimu kepadaku.
Mimpi, yang tidak akan terbayar jika kita berjalan pada satu arah.
Cerita, yang lebih baik kita tinggalkan separuh jalan,
ketika masih tertulis bahagia.
Daripada kita paksa selesaikan, dan hilang bahagia pada akhirnya.

Dari saya,
Yang masih menjadi yang paling bangga atas semua pencapaian-pencapaian dan mimpimu,

Selasa, 27 Agustus 2013

Sepotong kata maaf


Maaf...
untuk sebuah tangan yang terlepas.
Maaf...
untuk genggaman yang kini enggan berbagi hangat.
Maaf...
untuk jari-jari yang sekarang tak lagi ingin terkait.
Maaf...
untuk hanya sepotong kata maaf yang saya tau tak akan menghilang beban.
Maaf...
karena suatu kali saya pernah berkata, benar saya cinta. Sehingga menggoreskan banyak luka.

Ketapang, 27 Agustus 2013...

dituliskan untuk kamu,
yang pada satu waktu, pernah menjadi seluruh duniaku.




Sabtu, 20 April 2013

Homesick

 owe the pic from here

Mama, sekarang saya sedang duduk sendirian dikamar yang terasa terlalu luas ini ma, sudah jam 11 malam rupanya, dan saya sedang mengetikkan setiap huruf ini sambil memegang tissue. Mata saya sembab gara-gara flu berat, hujan turun lebat, dan saya kangen rumah.

Kamar ini kosong ma, ngga ada tas dede yang teronggok saja di depan pintu, ngga ada kemeja atau blazer saya yang digantung asal di jendela, menunggu mama pungut diiringi omelan mama yang seperti lagu indonesia raya di pagi hari. Lagu wajib, begitu kami menyebutnya.

Udara disini sangat panas, dan saya ngga bisa lagi memakai selimut kain perca yang mama hadiahkan itu. Selimut kesayangan saya, yang mama jahitkan setelah dokter ganteng itu bilang saya flu terus-terusan karena alergi dingin. Sekarang, selimut itu saya jadikan teman tidur ma, pengganti guling, pengganti mama,saya peluk begitu saja. Mungkin kalau selimut itu punya hati, saya rasa dia bakalan tersinggung berat, karena dipergunakan tidak sebagaimana mestinya.
*tsaaah saya mulai melantur ma, kalau ngomong saya memang susah fokus. Ya kan ma?*

Malam disini terlalu sepi ma, ngga ada lagi bisik-bisik adek abege yang diam-diam menelpon sama pacar abegenya. Ngga ada lagi tawa cekikikan tertahan kalau-kalau saya memergoki mama makan biskuit dan ngopi dimalam hari, padahal katanya mama mau diet.

Mama, saya kangen dimana semua masalah dapat saya lupakan hanya dengan menangis berjam-jam di meja dapur, ditemani secangkir teh jahe buatan mama yang hampir tidak pernah disentuh karena saya duluan jatuh tertidur.
Saya kangen wangi minyak kayu putih yang mama gosokkan di punggung saya ketika saya flu berat dan susah bernapas .

Ma, akhir-akhir ini hidup jarang ingin bersahabat.
Banyak masalah hilang timbul dengan cepat, memaksa saya berlari hingga lelah. Dan saya ingin pulang.
Dan jika saya tertidur di meja dapur lagi nanti, kali ini saya janji, teh jahe itu akan saya habiskan terlebih dahulu.
Ma, saya kangen rumah.
Terlebih lagi, saya kangen mama...







Rabu, 07 Maret 2012

Poros

"... Aku tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada insiden yang cukup dahsyat di dunia serba selular ini hingga kamu tidak bisa menghubungiku. Mungkinkah matahari lupa ingatan, lalu keasyikan terbenam atau terlambat terbit? Bahkan kiamat pun hanya berbicara soal arah yang terbalik, bukan soal perubahan jadwal."
-Dee, Selamat Ulang Tahun-


...ternyata kemudian saya tersadar, saya bukanlah poros dimana seluruh duniamu berputar.
Bahwa saya bukan alasan untuk rodamu berhenti bergerak dan mesinmu mati total ketika saya tidak ada.



Jumat, 28 Januari 2011

Pesawat Kertas



Hari ini hujan turun. Hujan pertama di bulan january, menggantung pada tepi kanopi berenda putih di cafe seberang jalan itu. Sisanya menghempas ke daun jendela, mengukir titik - titik bening itu menjadi sebuah lukisan abstrak tak berwarna.

Dibelakang lukisan abstrak inilah saya duduk sendiri, memandangi kanopi, hujan, dan sebuat pesawat kertas yang tergeletak di atas aspal. Lusuh dan rapuh terendam genangan air dijalanan. Pesawat itu pasti sudah terjatuh dengan keras, dan ditelantarkan oleh pemiliknya dengan seenaknya. Sebelah sayapnya sudah robek, dan badan belakangnya terinjak-injak oleh orang yang berlalu lalang.
Sama halnya dengan seseorang disini. hari ini dia terjatuh dengan keras, terbanting dari mimpi yang dianggapnya bukan maya. Karena ternyata selama ini dia seperti pesawat kertas di jalanan beraspal itu, tidak menemukan tempatnya berpijak setelah terbang terlalu tinggi dan akhirnya hari ini, dia terbanting begitu saja. Jatuh kebawah.

Maka disinilah dia hari ini, sedikit lusuh tentu. Tapi tidak rapuh, dan dia memiliki sayap yang tak pernah robek. Hanya perlu sedikit waktu, untuk duduk ditepi jendela, memandangi hujan yang menggelantun, dan secangkir cokelat mengepul. Dan saya yakin, dia akan baik-baik saja.


 Me,

Rabu, 26 Januari 2011

A Letter To You


 I want to be realistic. Hey, i'm trying
Because i've got the lesson.
When it's not meant to be mine, it will never be mine.
I will stop spending my time dreaming, because i know that is so much fucking fun when i'm waking up and having my life
I just want to be happy, so now i'm letting go off everthing that makes me upset.
Because someone told me once : "Do you know, when i got toothache i learned that even the sweetest thing in the world can hurt"
And now, i'm stop expecting too much
From them, from you, from us
Because maybe....
someday you will hurt.

 

Kamis, 02 Desember 2010

Saya [yang mencintai hujan dan langit biru], Ingat??

Lagi-lagi hujan turun tanpa diminta. Menepias di tembok-tembok kaca, menjadikannya kabur dan berkabut, sebagian turun sembarang di pelataran, sebagian menggantung resah di tepian kanopi jendela.
Saya suka hujan. Suka dinginnya yang membuat beku ujung-ujung jari. Pada air yang menitik di lipatan jaket tipis berwarna biru laut, pada sepatu kets usang coklat tua yang penuh dengan bercak tanah basah.
Tak ada yang menandingi kehebatan bermain dibawah hujan dan berakhir dengan tidur berselimut tebal disamping secangkir cokelat hangat tanpa gula. Memimpikan kenangan yang dibawanya turun satu per satu.....

Masih gadis yang sama, yang menghitung hujan diawal desember. Bersandar pada kaca jendela diujung ruangan, dengan teh susu hangat pada sebelah tangan.
Masih gadis yang sama, yang merasa hujan, susu vanilla hangat dan modul catatan jurnal accounting adalah hal yang sama, sama-sama menyenangkan sekaligus memusingkan.
Masih gadis yang sama, yang terus membicarakan mimpi negeri dongengnya, sepasti dia mempercayai matahari akan terbit setiap pagi.

Dan jika kamu masih tidak mengenalnya, saya hanya ingin berkata, bahwa dia masih gadis yang sama, yang mencintai hujan dan langit biru. Dan jangan pernah berani coba-coba untuk lupa.



NB : untuk mereka, yang bilang hampir tidak mengenali "saya yang 4 bulan terakhir ini". Masih saya kog :)


Me,


Selasa, 11 Mei 2010

Teringat Kamu...


....It was destiny's game, for when love finally came on
I rushed in line only to find, that you were gone.
...

- beautiful girl, Jose Mari Chan-

Hari ini, tiba-tiba saya teringat kamu...
Jam dua siang, di kantor yang berisik dan langit yang mendung,
dengan sebatang coklat putih dan lagu yang saya dengarkan dari pagi tadi.

Hari ini, tiba-tiba saya teringat kamu...
Dengan udara basah yang sama, menuntun hujan bergegas datang. 

Hari ini, tiba-tiba saya teringat kamu...
Ketika saya menengadah dan sebulir hujan menyapu wajah, menetes turun.

Hari ini tiba-tiba saya teringat kamu,
dan cerita hujan di pantai yang berkabut.



Senin, 10 Mei 2010

Lost

Just because I'm losing
Doesn't mean I'm lost
Doesn't mean I'll stop
Doesn't mean I'm across

Just because I'm hurting
Doesn't mean I'm hurt
Doesn't mean I didn't get what I deserved
No better and no worse

I just got lost!
Every river that I tried to cross
Every door I ever tried was locked
Oh and I'm just waiting til the shine wears off

You might be a big fish
In a little pond
Doesn't mean you've won
'Cause along may come
A bigger one

And you'll be lost!
Every river that you tried to cross
Every gun you ever held went off
Oh and I'm just waiting til the firing's stopped
Oh and I'm just waiting til the shine wears off


Lost - Coldplay

 

Jumat, 19 Maret 2010

Au revoir


Saya, adalah penonton dari sebuah kisah yang sudah berjuta-juta detik melintas di depan mata. Seorang penonton yang duduk di deretan kursi paling depan, yang bertepuk paling kuat, yang tersenyum paling lebar,dan yang keluar paling terakhir untuk masih duduk ditempat dimana seharusnya saya beranjak bermenit-menit lalu hanya untuk merasakan efek semu dari rasa hampa dan kecewa, karena akhir dari cerita yang kamu mainkan, tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan.

Saya, mungkin adalah pengkhayal ulung kesepian yang duduk dibawah jembatan batu di sore yang jingga. memancing di sungai yang separuh kering dan mengharap boneka kayu disampingnya berubah manusia.

Berapa lama saya mengenalmu?
Berapa ratus hari? berapa juta detik?
Sampai akhirnya saya tersadar kamu bukan orang itu. Yang ditakdirkan untuk menghabiskan sisa umurmu dengan saya, sedih atau senang. sakit atau sehat. bukan kamu.

Kenyataan itu menghentak begitu keras dan saya terjatuh begitu hebat. Terhempas ke dasar jurang batu. Sakit keluhku. Tak kau dengar.
Lama saya terdiam dan akhirnya saya menemukan titik temu dari benang merah kusut yang terpintal dibawah sadarku.
Kamu ada sosok nyata yang diam-diam saya selipkan dalam hati, beserta sebuah rasa yang kutumbuhkan untuk menemanimu disana. entahlah kata mereka itu cinta. tapi apapun sebutannya bagiku itu cukuplah.
Sampai suatu hari, rasa itu bertumbuh menjadi monster rakus yang memintamu menjadi milikku. Nyata. Bukan sebuah sosok absurd yang saya angan-angankan dalam lamun.
Tapi kamu pergi.
Dan efek itu kembali muncul, akhir cerita yang menitipkan kecewa, sepi dan lagi-lagi terjatuh yang hebat.

Maka hari ini, saya ingin memberitahumu bahwa saya selesai.
Apa yang tersisa untuk saya lakukan hanyalah mempersilahkanmu kembali masuk kehati saya, berhenti menjadi pelakon dari cerita yang mengecewakan itu, dan duduklah diam dalam kotak yang saya simpan baik-baik bernama kenangan.

Dan jika suatu hari kita bertemu lagi,
ingatkan aku.....

Suatu ketika aku pernah mencintaimu.



Senin, 21 Desember 2009

5th Dec




















Hari itu hujan,
dan pantainya sedikit berkabut.
Kamu ingat?






Rabu, 30 September 2009

September Rain





Sudah hampir oktober,
Dan bulan ini tak sekalipun hujan turun....








Ditulis dengan air mata yang hampir tumpah,
dan hati yang resah...
regards,

Senin, 24 Agustus 2009

Seharusnya Hujan Tak Datang



Apalah artinya aku bagimu? hanya sebaris nama di kolom yang tak terbaca, dikertas yang tertempel entah di mana, di daftar yang terlupakan.

-enno-


Pagi ini ketika aku membuka mata, kutemukan awan gelap menggelayut di sudut-sudut langit. Cemberut dan memberengut.
"Ah, akan hujan" pikirku.
Dan ketika membuka jendela, kulihat angin bertiup cepat-cepat, berlari bergegas-gegas membawa kabar kepada alam, bahwa lagi-lagi peri hujan akan datang membawa pesan dari langit, tentang rindunya pada bumi.


Aku bersenandung kecil, menghirup coklat panas dan mengigit setangkup roti dibalik jendela yang terbuka lebar, mencoba menghibur embun pagi yang lagi-lagi merasa terlalu cemburu kepada hujan.

"Aku tak terlihat. Aku hanyalah kabut tipis, jatuh pada kelopak bunga, batu-batu dingin, rumput yang layu, pagar-pagar reyot dan batu-batu nisan pekuburan. Tak seperti hujan yang dapat membuat manusia terhenti ketika ia tiba." Keluhnya panjang lebar

"Well, setidaknya kau datang menyapa setiap pagi. Dan hujan ? dia tak terlalu sering datang. Hanya kadang kala, jika langit tidak terlalu sibuk memintal awan dan sungai belum meluap terlalu tinggi." Jawabku

"Tahukah kau, bulan ini seharusnya hujan tidak turun…."


Ah..
bagaimana harus mengatakannya? mengatakan bahwa alam pernah membisikkan kepadaku, tentang cintanya kepada langit dan ribuan benang perak yang dikirimkannya sebagai lagu cinta.

Aku diam.

Embun diam.

Pagi hening.




....... dan hujanpun luruh.



Rabu, 05 Agustus 2009

"Kamu, sudah makan belum?"

Beberapa waktu yang lalu, ada seorang yang menyodorkan pertanyaan ini kepada saya :
"Tha kog nulisnya tentang mama mulu, emang papanya kemana?"


Ayah, Bapak, Daddy, Abah, atau apapun kalian menyebutnya. Saya memanggilnya papa. Dan jarang sekali mengucapkannya. Bukan karena tidak ingin, tapi karena jarang sekali memiliki kesempatan melafalkan kata itu untuknya.
Dia jarang mengangkat telepon, apalagi menelepon. Sangat jarang saya kunjungi, karena mengunjunginya harus membuat janji dari jauh-jauh hari, itu pun jika saya beruntung dia tidak membatalkannya pada hari H, karena ada pertemuan dengan rekanan bisnisnya yang beruntung itu jelir.
Papa yang saya kenal [bahkan saya sendiri ragu apakah saya mengenalnya], tidak pernah memandang mata saya ketika berbicara. Bukan karena perceraiannya dengan mama yang membuat jarak kami menjadi renggang, tapi ayahku itu memang sosok yang dingin dan sedikit cuek terhadap sekitarnya kalo tidak mau dibilang angkuh.
Dan ketika bertemu anaknya yang mewarisi sikapnya yang "berharga-diri-tinggi" dan berkepala batu ini, maka dia akan siap dengan muka datar tanpa ekspresi (yang saya sering tirukan dengan baik jika saya sedang marah) dan kedinginan yang semakin berlipat-lipat ganda. Seperti gunung es yang tidak terjamah.

Percakapan yang bisa saya ingat dengannya sejauh ini adalah membahas tentang pembagian dividen perusahaannya, kapalnya, tongkang yang berniat di belinya, dan L/C yang bermasalah. Tidak ada yang penting (setidaknya menurut saya begitu).
Papa tidak pernah mengingat hari ulang tahun saya. Tidak pernah bertanya kabar saya, apakah saya bahagia atau tidak hidup tanpanya. Tidak pernah menemani saya mengambil amplop kelulusan. Tidak mengantarkan saya masuk kantor untuk yang pertama kalinya. Tidak sekalipun menelpon hanya untuk bertanya apa kabar selama 8 tahun belakangan. Bahkan tidak memberi kabar ketika mereka pindah rumah.

Well, terlepas dari semua itu, terlepas dari setiap pertengkaran dan saling lempar sindiran, satu hal yang saya ingat tentangnya adalah sebuah pertanyaannya yang begitu saya tunggu : "kamu, sudah makan belum?"
Ketika saya menginap dirumahnya, saat sudah terlalu larut dari kampus. Begitu pintu pagar dibuka, maka dia akan keluar dari kamar kerjanya, turun kebawah, melihat saya (dengan minus ekspresi tentu saja) dan bertanya "kamu, sudah makan belum?"
dan betapapun saya sudah kenyang dan terlalu malas makan selarut itu, saya akan tetap menjawab belum.
Karena saya tahu, ketika saya menjawab belum, maka dia akan menggotong tas kerjanya ke meja makan, menemani saya makan dalam diam sambil mencoret, menstabilo, dan menandatangani kertas-kertas sialan itu.
Satu perhatian kecilnya yang membuat pertengkaran dan kekecewaan menjadi tidak berarti.
Saya merindukannya akhir-akhir ini, tapi tetap saja tuan sok sibuk itu tidak mengangkat telepon saya.
Hmm...mungkin saya akan kerumahnya malam ini, dan jika beruntung mungkin saya bisa mendengarnya bertanya lagi "kamu, sudah makan belum?"

Jumat, 08 Mei 2009

You Can Stand Under My Umbrella

Berawal dari postingan Viol yang lagi down, membuat gw jadi rada-rada mellow mbacanya sengihnampakgigi. Gw ngerasa setiap orang pasti pernah mengalami their own bad times, ntah itu gara-gara sakit, gara-gara duit (uang...lagi-lagi uang sengihnampakgigi), ato keseringan yang kayak gw ini disebabkan oleh my super-stupid-yet-sensitive-thought siul

Teringat beberapa minggu lalu, ketika gw lagi dalam perjalanan ke tempat kursus, lagi merasa down, feeling mellow-mellow-begow, dan ingin sekali menangis dibalkon kastil ala drama queen, MySpace Pokoke asli gw ngerasa muka gw cemberut banget waktu itu, mulut gw monyong semonyong-monyongnya.
Sekonyong-konyong ada satu orang anak cowo, ngga lebih dari umur 18 taon nyanyi keras-keras di samping gw :

told you I'll be here forever
Said I'll always be a friend
Took an oath I'ma stick it out till the end

Now that it's raining more than ever
Know that we'll still have each other
You can stand under my umbrella
You can stand under my umbrella
Ella ella ee..ee..ee..


Sumpah, sebelumnya gw sebel banget ama ini lagu umbrella. Dan saat itu nambah-nambahlah keselnya gw ama ini lagu. Gw pelototin tuh orang, eh dia malah makin naikin volume suaranya (ELLA.. ELLA.. EEEE.. EEEEE), dan ngomong "ayo donk nyanyi sama-sama".
Akhirnya begitulah sepanjang jalan gw nahan malu beriringan ama anak cowo nyebelin yang nyanyi lagu lebih nyebelin yang ngekorin motor gw mulu.
Pas gw kasi lampu sign bahwa gw mau belok ke kiri, akhirnya dia brenti nyanyi dan nunjuk pipinya, ngebuat senyum lucu-ngga-manis-sama-sekali yang berhasil membuat gw ketawa.

Begitu sederhana, anak cowo yang bahkan gw ngga tau namanya, ngembaliin senyum gw sore itu plus lagu umbrella yang mulai suka gw puter di winamp gw waktu kerjaan dan pikiran lagi numpuk (sekedar pembangkit semangatsenyum)

Jadi buat Viol, jangan down lagi yak jeung... if He allow you to drop your tears, He will help you to wipe it then.



PS : buat anak cowo berpakaian basket warna merah lengket keringetan, hand wrist Nike dan menyanyikan lagu Umbrella dengan volume suara yang hampir mampu membangkitkan orang mati di jalan Ahmad Yani, kalo lo membaca post ini gw mau nyampein makasih gw.
Thanks for sharing your umbrella with me that eveningsenyum.

God bless you all cium

Selasa, 14 April 2009

Bolehkah jika hanya aku ??

Uppss.. lagi-lagi saya hampir memulai tulisan ini dengan kata "aku".

Kata yang selalu kau sanggah ketika aku mengucapkannya sebagai pembuka perbincangan yang sedikit demi sedikit menggoreskan parut dihati.

Kau bilang bukan aku, tapi kita.

Ya. Kita.

Lalu kemana saja kamu, ketika saya sendiri membuka selapis demi selapis awan abu-abu yang menutup pelangi di penghujung sore itu?

Apakah memang kita yang membeku menghitung bulir hujan yang jatuh pada bangku kayu disudut taman, membandingkan beningnya dengan air mata yang menetes di sepatu kets usang?

Kamukah itu... ? dengan payung merah jambu, mengatakan tidak apa-apa dan menjemputku pulang ketika jalanan mulai berkabut dan jiwaku hilang?

Ya. mungkin memang kita.

Dulu memang kita.

Sekarang biarlah saya memulainya lagi dengan aku.

Hanya aku.

Bolehkah ??

Rabu, 08 April 2009

Kemarin aku lupa. Hari ini aku ingat.


Kemarin aku lupa,
lupa bahwa aku tak akan pernah berhasil hanya dengan ngotot dan kerja keras,
lupa bahwa aku tak akan dapat mengubah keadaan hanya karena aku ingin,
lupa bahwa aku tak dapat mengatur perasaan seseorang sebesar apapun aku memaksa,
lupa bahwa apapun yang terjadi, itulah yang terbaik dariNya, betapapun aku tak rela,
lupa bahwa aku tak boleh berharap terlalu banyak terhadap dunia,
lupa bahwa aku tak pernah sendirian di jalan ini,

Hingga akhirnya hari ini aku ingat,
Ingat bahwa ketika aku gagal aku masih bisa berdoa,
Ingat ketika keadaan menjadi begitu tidak menyenangkan, aku punya Bapa yang memelukku ketika aku menangis,
Ingat ketika aku merasa sepi dan gelap, aku tetap memiliki teman untuk bersandar
Ingat ketika hari ini dunia sekarang terasa begitu mengecewakan,
aku masih memiliki Bapa
Ingat bahwa Dia masih teman terbaikku, penyemangat terbesarku
Ingat bahwa aku tak pernah sendiri, sebanyak apapun mereka pergi.