Rabu, 27 Maret 2019

Si Pemilik Topi Putih Tua



Sini, duduklah dekat-dekat
Hari ini kuceritakan padamu tentang dia,
Seorang pria yang pernah tinggal dan baru saja berlalu pergi.
Dia yang sejak dulu kuperjuangkan senyumnya. Dan kujaga tapak langkahnya.
Sebagaimana dia dulu menjagaku, meskpun dengan diamnya.

Sini duduklah dekat-dekat
Ambillah barang beberapa bongkah batu yang sedari tadi menghimpit hatiku
Membuat nafasku sesak dan mataku lalu sembap.
Karena pria yang kuceritakan tadi rupanya benar-benar pergi.
Tak bisa kulihat lagi kerutan mata karena senyumnya.

Pria tua yang selalu memakai topi putih.
Kemanapun dia melangkah, Apapun setelannya.
Topi itu tak pernah lupa
Oh ya, dan sepeda ontel kesayangannya, yang tak pernah berhasil kukendarai.

Ingatanku tentangnya, lamat-lamat mulai memudar,

Tentang dongeng-dongeng di malam hujan. Dengan bahasa ibunya yang sebenarnya jarang bisa kupahami. Tapi aku bertahan, karena dulu rupanya kelambu tua yang dipasangnya sangat menarik hati. Seperti bermain kemah-kemahan kala itu.

Tentang rotan dan lidi yang disesahkan ke kakiku. Dari situ aku belajar bertutur hormat dan sopan.

Tentang hardikan keras dan pelototan tajam matanya, mengajarkanku tentang harga diri seorang wanita yang berulang kali diingatkannya harus kupegang teguh sepanjang usia.

Tentang malam-malam dia menyetrikakan seragam sekolahku dan menungguku pulang kuliah. Dan senyum bangganya ketika melihatku menggunakan toga.

Aku menuliskan ini tentangnya, agar aku tak lupa. Kesayangku yang kujaga sepanjang usia.
Yang katanya, aku cucu kebanggannya.
Terima kasih, untuk pernah singgah...