Sabtu, 21 September 2013

Dua puluh satu



Malam ini, resmi menjadi malam ke dua puluh satu ketika aku mulai merindukanmu.
Minggu ketiga.
Jam ke lima ratus empat.

Kamu, apa kabarnya disana?
Masihkah menyimpan rasa yang ku titipkan hari kemarin?
Seperti ketika aku menguraikan rindu yang kau kirimkan lewat hujan sore ini.

Kemana kita harus pergi?
Membawa-bawa belanga, menampung hujan di ujung jalan.
Menadah bahagia yang dulu pernah sama-sama kita kejar ke ujung dunia.
Sekarang, ketika rupanya jalannya putus arah.
Jembatan rupanya tak cukup mengantung egoisme dan gengsi beratasnama keluarga.
Lalu kau dan aku berdiri di dua kutub yang berbeda.

Dua puluh satu.
Dan mungkin aku harus berhenti.
Karena waktu mulai membawaku berlari.
23.45
Lima belas menit lagi, dan angka akan membawaku pada hitungan ke dua puluh dua.
Ceritanya sudah lama berlalu.
Epilognya sudah selesai dibacakan.
Berakhir pada hitungan ke dua puluh satu.

-----------

23.47





Jumat, 20 September 2013

Minggu, 08 September 2013

Unfinished

Kepada dia,
Yang selalu namanya tak terlupa dalam setiap doa

Kau... apa kabar?
Kali ini kita berdiri pada dua sisi yang saling berjauhan
Kau pada jalanmu.
Aku pada jalanku.
Sejak kapan dunia berputar pada poros yang salah?
Atau sejak dulu, matahari memang salah terbit?
Hanya saja, sekarang mereka insaf.
Sehingga hanya kita yang merasa salah?
Limbung lalu hilang arah.

Apa yang akan kau lakukan setelah ini?
Kau punya rencana?
Baik-baikkah hidupmu disana?

Aku kembali pada titik awal.
Titik sebelum aku mulai melangkah.
Mungkin aku masih ingin menjajal jogja.
Sendirian.
Seperti mimpiku dulu.
Menjual kenangan. Mencari bahagia.

Mungkin pada satu waktu, kita akan kembali bertemu.
Dan aku akan menceritakan padamu mimpi-mimpiku yang sudah lunas kubayar.
Dan kau akan bercerita tentang mimpimu kepadaku.
Mimpi, yang tidak akan terbayar jika kita berjalan pada satu arah.
Cerita, yang lebih baik kita tinggalkan separuh jalan,
ketika masih tertulis bahagia.
Daripada kita paksa selesaikan, dan hilang bahagia pada akhirnya.

Dari saya,
Yang masih menjadi yang paling bangga atas semua pencapaian-pencapaian dan mimpimu,

Kamis, 05 September 2013

Sebagaimana Mestinya

Matahari berjingkat melewati hari
Ketika angin senja membisik samar
Menggegas sang camar untuk segera pulang.
Saya masih disini, tegak berdiri
Menemani debur ombak yang memukul jingga
Mengingat kamu,
Mengingat kita.
Apa yang salah dengan cinta?
Ketika kemudian dia datang dengan hati yang berbeda.
Cinta berbicara tentang tangan yang mengajariku berjalan,
Cinta berbicara tentang tawa yang mengajariku merona.
Cinta berbicara tentang hati yang mengajariku caranya mencinta.
Aku menyuruhnya diam.
Tapi dia enggan.
Kataku aku sudah memiliki kamu.
Kamu yang dengan tanganmu bisa membuatkan seribu candi dalam semalam
Kamu yang dengan hatimu bisa membuat sejuta kejaiban.
Kamu yang menjadi tempat air mataku jatuh.
Kamu yang menjadi tempat bergantung ketika dunia runtuh.
Tapi cinta hanya tertawa.
Apa yang salah dengan kita?
Ketika cinta menuding bukan lagi kita
Seperti debur ombak bulan september
Yang mengejar jingga,
Meskipun pada akhirnya
Ia selalu kembali kepada pantai yang menjadikannya rumah
Mungkin seperti ini jugalah akhirnya kita.
Hati yang berpulang sebagaimana cinta itu hilang.
Cinta yang menghilang seperti debur ombak bulan september,
Melepas pantai.
Mengejar jingga.
Lalu hilang.

--------------------


Ketapang, 5 september 2013. 
3:43
Dituliskan untuk seorang kawan, 
Maaf untuk sebuah janji yang sangat terlambat.
Kayak begini, boleh Vic?
;)