Tampilkan postingan dengan label My Thank You. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label My Thank You. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Maret 2019

Si Pemilik Topi Putih Tua



Sini, duduklah dekat-dekat
Hari ini kuceritakan padamu tentang dia,
Seorang pria yang pernah tinggal dan baru saja berlalu pergi.
Dia yang sejak dulu kuperjuangkan senyumnya. Dan kujaga tapak langkahnya.
Sebagaimana dia dulu menjagaku, meskpun dengan diamnya.

Sini duduklah dekat-dekat
Ambillah barang beberapa bongkah batu yang sedari tadi menghimpit hatiku
Membuat nafasku sesak dan mataku lalu sembap.
Karena pria yang kuceritakan tadi rupanya benar-benar pergi.
Tak bisa kulihat lagi kerutan mata karena senyumnya.

Pria tua yang selalu memakai topi putih.
Kemanapun dia melangkah, Apapun setelannya.
Topi itu tak pernah lupa
Oh ya, dan sepeda ontel kesayangannya, yang tak pernah berhasil kukendarai.

Ingatanku tentangnya, lamat-lamat mulai memudar,

Tentang dongeng-dongeng di malam hujan. Dengan bahasa ibunya yang sebenarnya jarang bisa kupahami. Tapi aku bertahan, karena dulu rupanya kelambu tua yang dipasangnya sangat menarik hati. Seperti bermain kemah-kemahan kala itu.

Tentang rotan dan lidi yang disesahkan ke kakiku. Dari situ aku belajar bertutur hormat dan sopan.

Tentang hardikan keras dan pelototan tajam matanya, mengajarkanku tentang harga diri seorang wanita yang berulang kali diingatkannya harus kupegang teguh sepanjang usia.

Tentang malam-malam dia menyetrikakan seragam sekolahku dan menungguku pulang kuliah. Dan senyum bangganya ketika melihatku menggunakan toga.

Aku menuliskan ini tentangnya, agar aku tak lupa. Kesayangku yang kujaga sepanjang usia.
Yang katanya, aku cucu kebanggannya.
Terima kasih, untuk pernah singgah...





Kamis, 15 Agustus 2013

Selapis Langit Ibu


Suatu kali seorang teman pernah berkata, diatas langit masih ada langit.
Katanya setinggi apapun kau terbang, kau tak kan bisa menyentuh langit.
Ya. Mungkin benar.

Saya, saat ini tidak tau ada berapa lapis langit itu.
Tidak tau ada berapa macam benda yang disebut orang langit.
Langit yang saya tau adalah hamparan biru yang tersebar tak kenal batas,
yang tak habis meskipun seperti hari ini, hujan luruh seharian.
Langit yang saya tau, adalah bentangan beludru hitam kelam dengan bintang jatuh sebagai hiasan paling mahal  yang pernah saya lihat ketika saya berkemah ditepi pantai singkawang yang dingin.
Langit yang seperti itu.

Sampai pada suatu waktu, ibu bilang, sayalah langitnya.

Anak ibu ada 4 orang. Saya yang nomor 2.
Yang paling mandiri adalah kakak tertua saya,
yang paling perhatian adik saya yang pertama,
yang paling cantik adik bungsu saya,
Saya, dibandingkan mereka, tidak ada apa-apanya tentu saja.

Saya mungkin adalah anak ibu yang paling apatis, cenderung autis.
Karena kata ibu, saya seperti memiliki dunia lain yang tak bisa ditembus olehnya.
Saya cenderung melakukan semuanya sendiri tanpa ibu, meskipun saya bukan orang yang mandiri.
Dan pada tahun ke 23 hidup saya, sayalah anak pertama yang meninggalkannya merantau ke kota antah berantah ini.
Meskipun begitu, saya ingat hari itu, minggu pertama bulan mei, malam pertama saya pulang dengan cuti pas-pasan.
Ketika saya duduk berdua dengannya di teras, dia bilang sayalah langitnya.
Bahwa meskipun saya begitu acuh dan memiliki dunia saya sendiri tanpanya, tapi ketika setiap malam dia masih bisa mendengar saya memanggilnya mama lewat saluran telepon yang putus sambung ala kadarnya, maka dunia baginya tetap utuh.

Malam ini, ketika saya terduduk sendirian menuliskan ini di meja makan kontrakan saya yang luar biasa sepi, saya meneleponnya.
Ibu saya, sedang sakit kepala.
Mengobrol sebentar telepon di tutup.
Dengan sebuah kalimat akhir yang sudah saya hapal mati di luar kepala ;
"jangan sering beli makan diluar, jangan makan indomi terus-terusan, kalau mau tidur ingat pintu dikunci rapat-rapat, jangan percaya dengan orang yang baru dikenal."
Begitu.
Seperti saya masihlah anaknya yang berumur 10 tahun yang digandengnya ke pasar sudirman untuk membeli kancing dan kain untuk menjahit.

14 tahun sudah berlalu sejak hari itu, ketika saya setia menemani ibu ke pasar untuk sekedar membeli soda kue atau kancing dan kain lem. Dan sadarlah saya bahwa saya saat ini setengah mati merindukan hari itu.
Dan sampailah saya pada suatu pengertian, yang meskipun tak pernah saya ungkapkan padanya, bahwa ibu juga adalah selapis langit saya.
Yang tanpanya saya tak pernah ada.







Sabtu, 01 Januari 2011

Hari ini 1 Januari 2011, selewat menit yang ke enam puluh dua...



Hari ini, 1 Januari 2011, selewat menit yang ke enam puluh dua. Dan saya terjebak diantara lautan manusia berpolah tingkah, beragam macam, dari yang menghentak-hentak dengan lincah sampai yang berpakaian bling-bling cling, semuanya tumpah ruah didepan mata. Belum lagi kepulan asap tebal yang menjadi atmosfir permanen, membungkus lingkaran yang dibangun dengan hentakan irama up beat dan lampu sorot warna warni.
Tegukan yang kedua belas. Yap, saya masih setia menghitung setiap teguk cairan coklat bening yang lewat di tenggorokan, membujuk diri sendiri dengan berpikir bahwa sedikit bergoyang mengikuti irama lagu bukanlah dosa.
Beberapa dari mereka mencoba menawarkan minuman berpendar cantik warna biru muda, yang rasanya seperti campuran cairan pasta gigi dengan bubuk merica sedikit berlebihan yang membakar tenggorokan. Tetapi saya masih setia dengan gelas coca cola kebesaran saya disini, dan melihat sekeliling dengan bosan.

Hari ini, 1 Januari 2011 selewat menit yang ke enam puluh dua. Dan saya merasakan ironi yang terlewat besar dengan pikiran dan kesimpulan dimana saya berada sekarang.
Ketika terompet-terompet ditiupkan, musik menghentak gila-gilaan, dan bulan yang semakin tinggi. Saya berlari naik, mendapatkan kubikel yang sudah sangat saya kenal, menghidupkan komputer dan disinilah saya sekarang.

Hari ini, 1 januari 2011 selewat menit yang ke enam puluh dua, dan saya tidak berani mengawali tahun dengan berbohong bahwa saya adalah orang kudus binti religius yang setiap hari berdoa. Tidak, sungguh saya tidak. Tapi saya sangat merindukan bernyanyi di altar sebuah gereja, pulang kehujanan dan menunggu mama saya membakar sosis tahun baru dengan tidak sabaran.
Saya merindukan duduk disamping dia didepan televisi, menonton film komedi romantis dengan handphone di non aktifkan dan secangkir milo panas.
Tapi lagi-lagi realita bersiul keras menyadarkan bahwa saya hanya terjebak disini, diantara hentakan musik yang diam-diam saya kutuki dalam hati, dengan pembicaraan lima belas menit dengan dia yang jauh diseberang kota.

Hari ini 1 januari 2011, selewat menit yang ke enam puluh dua, saya ingin mencatatkan beberapa hal sebelum saya lupa,
bahwa saya telah melewati januari yang ke 22 selama saya hidup, sehat, dan puji Tuhan [selalu merasa] "cakep-cakep saja tuh"
bahwa saya memiliki pekerjaan yang baik, dengan penghasilan yang cukup untuk segala kebutuhan kami
bahwa saya memiliki keluarga yang lengkap dan terpelihara dengan baik,
bahwa peach berbeda dengan orange meskipun rasa permen fruitella menggambarkan mereka serupa, 
bahwa saya tidak akan lagi memakai high heels dua belas senti dalam masquerade party enam jam tanpa menyediakan tempat duduk,
bahwa saya memiliki si tuan muda yang pengertian dan setia,
bahwa saya dapat berkata hari ini "saya adalah orang yang paling berbahagia"
bahwa ketika hidup tiba-tiba berbalik dan dunia terasa tidak layak untuk ditinggali, saya masih mengenalNya untuk dijadikan pegangan,
Dan untuk semua itu, sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin mengatakan betapa hari ini saya berterima kasih kepada Nya, bahwa saya selalu diberkati. Dan untuk sebuah keyakinan yang tak pernah lepas di penghujung doa saya yang senin-kamis : "ku tenang, sebab Kau Allahku...."




Dear All,
Merry christmas (even tough it's too late) and happy new year :)

Jumat, 05 Februari 2010

Bapak dengan senyum santa ala negro


Saya sangat tidak menyukai polisi. Terkadang polisi itu sangat mengganggu, dengan sikapnya yang angkuh dan sok galak.
Kecuali satu. Oh dua mungkin jika boleh saya tambahkan si abang ipar baru.
Saya tidak pernah ingat namanya siapa. Seingat saya, dulu saya memanggilnya bapak. Polisi lalu lintas yang sering membantu saya menyebrang jalan waktu SD.
Orangnya tinggi besar, tegap dan berkulit hitam. Sekilas jika dilihat, perawakannya sungguh sangat menakutkan, jika tidak mengenakan seragam polisinya, mungkin orang-orang akan mengira dia preman pasar senin yang berjarak hanya 300 meter dari sekolah.
Tapi kau harus melihat ketika dia tersenyum, ada kerutan di sudut mata dan pipinya yang membuatnya terlihat lebih seperti kakek santa versi orang negro.

Bapak selalu memegang tanganku erat-erat sambil meniup peluitnya yang memekakkan telinga, dan ajaibnya kendaraan yang lalu lalang bisa langsung berhenti ketika peluit itu berbunyi. Ketika saya bertanya mengapa, dia selalu menjawab "ini peluit ajaib." Pernah sekali saya ingin meminjam peluitnya ke sekolah, tapi Bapak berkata, peluit ini hanya berfungsi jika yang meniupnya orang dewasa. Belakangan baru saya mengerti dia tidak ingin saya seperti anak hilang, berlarian dijalan dan menyebrang sembarangan hanya berbekal sebuah peluit.

Dia juga selalu memberikanku lima batang lolipop berbentuk hati yang berisi plum ditengah-tengahnya jika dia pulang dari dinas entah dimana.

Bapak jugalah yang mengantar saya masuk ke gedung sekolah dan berbicara dengan wali kelas saya ketika saya ngadat di gerbang karena salah mengingat untuk memakai seragam olahraga, bukannya rok cokelat pramuka.

Ketika saya naik ke kelas empat, bapak tidak ditugaskan menjaga jalan di depan sekolah kami lagi. Dan keluargaku pindah rumah yang lebih jauh letaknya dari sekolah. Saya diantar jemput, tidak lagi berjalan kaki sendirian ke sekolah.
Tiga belas tahun berlalu dan saya tidak pernah lagi bertemu dengannya, bahkan hampir lupa. Hingga pagi ini, ketika saya mengantar adik-adik sekolah. Pulangnya saya terpaksa berhenti di tengah jalan, ada mobil aparat yang hendak menyebrang, jalur kiri sudah berhenti, jalur kanan masih ramai. Dan didalam mobil dengan jendela terbuka itu, ada seseorang yang menunjuk dan tersenyum kepada saya.
Dan disanalah dia, bapak dengan senyum santa ala negro. Masih dengan seragam polisinya, masih ingat saya. Dan untuk pertama kalinya saya ingat untuk membaca namanya....

Sutikno.




Kamis, 26 November 2009

Kalau sudah jatuh....


Rumah itu sudah sangat tua ketika pertama kali aku melihatnya.
Nampak seperti bekas penginapan tua yang tak lagi terpakai dengan deretan jendela-jendela lebar yang tak berkaca.
Meninggalkan kusen-kusen kayunya yang berlumut dan berbau apak.
Membuat orang yang lewat dapat melihat jelas ke dalam kamar berpintu coklat yang sengaja ditempelkan gambar-gambar pemandangan hasil jepretan apa adanya dari kalender tahunan.
Cucian setengah kering tergantung lewat seutas tali nylon yang rajutannya sudah terlepas disana-sini. Di sudut sebelah kiri tergantung sebuah lampion cina tua berwarna merah. Besar dan berlubang dimana-mana.

Pekarangannya yang sempit di hiasi bunga-bungaan kecil yang ditanam di sepanjang setapak jalan masuk.
Berharap untuk memperindah halaman yang akhirnya sia-sia karena ketika hujan turun, pekarangan tersebut akan segera terendam banjir yang membuat bunga-bunga kecil tersebut layu dan menjadi satu-satunya tanah kering yang diinjak-injak orang.

Bude.
Begitu saya sering memanggil wanita paruh baya yang tinggal dirumah itu. Bude tinggal sendirian, anaknya semata wayang, Astrid, yang selama ini merawatnya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di Medan.
Terkadang saya menjenguknya. Hanya sekedar untuk mendengarkan cerita-ceritanya dan mencicipi sup jagung manis hangat buatannya.


"Jadi anak perempuan itu harus lemah lembut, baik tutur katanya, sopan prilakunya. Harus sabar dan eling,nanti orang yang melihat juga akan senang" begitu nasihatnya di suatu sore yang mendung.

"Ya ndak selalu seperti itu bude"
sergahku cepat. "Kalo jadi orang terlalu sabar, terlalu eling. Nanti bisa diinjak-injak orang"

"Lha memangnya kamu kecil-kecil sudah pernah merasa di injak orang? baru SMA pikirannya sudah aneh-aneh"

"Ya kan belajar dari pengalaman bude. Liat aja mama. Padahal mama sudah sabar, sudah eling tapi jadinya tetep begini. Karena terlalu pasrah makanya jatuh"


"Cah ayu, setiap orang itu pasti pernah merasakan jatuh. Kalau sudah jatuh boleh menangis, boleh merasa sakit, tapi lepas itu harus berdiri lagi yang tegak. Belajar lagi berjalan. Jangan terus-terusan takut dan menghindar"


"Yah tapi kan sekarang sudah jaman emansipasi bude. Pokoknya tetep jadi anak cewe itu jangan terlalu lemah"
Kataku. Tetap ngotot.

Dan waktu itu bude hanya tertawa kecil. "Ah ngomong sama kamu tho ya ndak bakalan ada habis-habisnya. Sudah habisin supnya, bude mau sholat dulu" begitu tutupnya sambil mengacak-acak rambutku.



Begitulah bude wanita berdarah jawa yang kental tradisi dan budayanya. Terlalu pasrah dan sabar buatku. Sabar ketika ditinggalkan suaminya untuk menikah dengan wanita lain. Sabar ketika harus di tipu uangnya untuk membuka usaha di Kalimantan.
Tapi dia juga sekaligus pribadi yang kuat dan tegar. Ketika akhirnya hidup mengharuskannya menjadi pembantu rumah tangga, terkatung-katung hidup ditempat asing dengan anaknya yang waktu itu hanya berusia 10 tahun.

Sudah lama aku tidak bertemu bude. Terakhir dia bilang akan tinggal bersama kakaknya di Sidoarjo. Samar-samar aku masih mengenali aroma asap dan minyak yang tercium ketika aku di dekapnya, dan rasa sup jagung manis kebanggaannya.
Tapi satu hal yang tak pernah terlupa, ketika masalah datang dan kaki terasa berat untuk melangkah. Masih terngiang jelas di telinga perkataannya:

Cah ayu, setiap orang itu pasti pernah merasakan jatuh. Kalau sudah jatuh boleh menangis, boleh merasa sakit, tapi lepas itu harus berdiri lagi yang tegak. Belajar lagi berjalan.



with love,


Jumat, 08 Mei 2009

You Can Stand Under My Umbrella

Berawal dari postingan Viol yang lagi down, membuat gw jadi rada-rada mellow mbacanya sengihnampakgigi. Gw ngerasa setiap orang pasti pernah mengalami their own bad times, ntah itu gara-gara sakit, gara-gara duit (uang...lagi-lagi uang sengihnampakgigi), ato keseringan yang kayak gw ini disebabkan oleh my super-stupid-yet-sensitive-thought siul

Teringat beberapa minggu lalu, ketika gw lagi dalam perjalanan ke tempat kursus, lagi merasa down, feeling mellow-mellow-begow, dan ingin sekali menangis dibalkon kastil ala drama queen, MySpace Pokoke asli gw ngerasa muka gw cemberut banget waktu itu, mulut gw monyong semonyong-monyongnya.
Sekonyong-konyong ada satu orang anak cowo, ngga lebih dari umur 18 taon nyanyi keras-keras di samping gw :

told you I'll be here forever
Said I'll always be a friend
Took an oath I'ma stick it out till the end

Now that it's raining more than ever
Know that we'll still have each other
You can stand under my umbrella
You can stand under my umbrella
Ella ella ee..ee..ee..


Sumpah, sebelumnya gw sebel banget ama ini lagu umbrella. Dan saat itu nambah-nambahlah keselnya gw ama ini lagu. Gw pelototin tuh orang, eh dia malah makin naikin volume suaranya (ELLA.. ELLA.. EEEE.. EEEEE), dan ngomong "ayo donk nyanyi sama-sama".
Akhirnya begitulah sepanjang jalan gw nahan malu beriringan ama anak cowo nyebelin yang nyanyi lagu lebih nyebelin yang ngekorin motor gw mulu.
Pas gw kasi lampu sign bahwa gw mau belok ke kiri, akhirnya dia brenti nyanyi dan nunjuk pipinya, ngebuat senyum lucu-ngga-manis-sama-sekali yang berhasil membuat gw ketawa.

Begitu sederhana, anak cowo yang bahkan gw ngga tau namanya, ngembaliin senyum gw sore itu plus lagu umbrella yang mulai suka gw puter di winamp gw waktu kerjaan dan pikiran lagi numpuk (sekedar pembangkit semangatsenyum)

Jadi buat Viol, jangan down lagi yak jeung... if He allow you to drop your tears, He will help you to wipe it then.



PS : buat anak cowo berpakaian basket warna merah lengket keringetan, hand wrist Nike dan menyanyikan lagu Umbrella dengan volume suara yang hampir mampu membangkitkan orang mati di jalan Ahmad Yani, kalo lo membaca post ini gw mau nyampein makasih gw.
Thanks for sharing your umbrella with me that eveningsenyum.

God bless you all cium

Selasa, 28 April 2009

Yayyy... i'm 20

Tadinya gw kira... minggu ini gw bakalan punya pikiran yang JENG..JENG..JENG.. tingkat kebijaksanaannya dapat mendamaikan israel dan palestina *ngarep bego.com* blogger-emoticon.blogspot.com

Tadinya gw kira ... badan gw bisa bertambah gede dan muka gw bisa sekonyong-konyong menjadi seengak-enggaknya seperti mereka-mereka yang kelihatan dewasa, ndak hanya tok muka yang sering dikirain anak es-em-a blogger-emoticon.blogspot.com

Tadinya gw kira... selewat minggu ini gw bakalan dipanggil "mbak" dan bukan "adek" lagi blogger-emoticon.blogspot.com

Tapi ternyata, beginilah rasanya berumur 20. Beginilah rasanya bukan lagi menyebutkan umur dengan embel-embel "belas" dibelakangnya. Dan apa rasanya sodara????

JAAAAAAHHHH.....BIASA AJA TUH NYONG !!!! blogger-emoticon.blogspot.com

Tapi makasih buat Bapa yang udah miara gw ampe segede ini, yang teteeeup aja yah masih aja keras kepala nan suka melenceng sana sini, tapi Bapanya juga yang kekeuuh gitu buat nyayangin gw. Dan itu benar yang rasul Paulus bilang,aku ada sebagaimana aku ada adalah karena kasih karunia...

Makasih buat mereka yang sms, nge-mail, nelpon, maupun lewat facebook buat ngucapin happy bird day [selamat hari burung] buat gw topi. Buat keluarga gw dan kalian semua yang udah hold tight my hand and walk beside me *hugs..hugs... peluk*


Eniwei, sabtu kemaren gw motong rambut gw jadi pendek. Soale seumur-umur gw blom pernah punya rambut pendek, jadi gw pikir sebelom gw 20 maunya pernah ngerasain punya rambut pendek (lah ini apa hubungannya yak? blogger-emoticon.blogspot.com) dan inilah hasilnya :

any comment ?? (aaaanyway, gw ngerasa potongan ini gagal. sigh. )

Dan ini juga hasil karya someone lovely, yang ngirimin MMS buat gw tengah malem buta sehabis kita makan di pizza hut. Ting kiu yah..gw pajang disini loh fotonya jelir

At last but not least......... mana kado buat gw nie??????? HA.HA.HA.HA. blogger-emoticon.blogspot.com

Jumat, 06 Maret 2009

Mamah dan Jempol

Lihatlah jempol kaki gw yang terluka ini :



Dan inilah kandidat utama yang melukainya :


Si mamah lagi manyun, gw salah-salahin mulu *siapa suruh motongin jempol gw, bukan kukunya --> anak doraka*blogger-emoticon.blogspot.com

Tapi thanks mamah, i loph yu ciumciumcium

anyhoo..menurut gw di foto ini si mama manyun, gak make up, rambut basah abis mandi, tapi tetep cantik banget love. Siapa dulu donk anaknya *ditimpukin kulit kacang blogger-emoticon.blogspot.com*

Selasa, 10 Februari 2009

Thank and Allusion

Hula..piye kabare semuanya? gw lagi cibuk-cibuk-cibuk-cibuk-cekalee.. itu software baru ngadat ntah gimana juntrungannye, gag jelas. Kas gw selisih 200an juta, bos nguber-nguber gw minta penjelasan, dan gw malah disini nulis-nulis ngga jelas gatai

Gimana yah gw ngerasa semenjak pake program baru ini malah kerjaan gw makin beribet, jadinya perasaan gw jadi kesel sebel gimanaaa gitu *ijah..ijah..ini alesan doank, emang gwnya males jelir*
Tanggal 16 ntar gw bakalan ngampus lagi, ngga gw sangka ternyata kangen juga gw ama sekolahan blogger-emoticon.blogspot.com.

Nah dikesempatan ini gw mau bagi-bagi ucapan thanks aja deh, meskipun gag ada tau apa yang lo pada lakuin buat gw, seengganya kita tau yah blogger-emoticon.blogspot.com

Yang pertama thanks sebesar-besarnya buat Livia, Liv i really owe you so much for what you've done for me, lo mungkin gak pernah punya bayangan seberapa besar peran lo dalam hal ini. Bakalan gw inget seumur idup liv sengihnampakgigi

Yang kedua buat Reiza, yang setia nelponin gw malem-malem, jauh banget dari Bali cuman buat temenin gw ngobrol gag jelas, Thanks for the "udah kecil-gila-jorok lagi", it really makes me laugh all day long za

Terus buat kakekku Danie, nun jauh di salatiga sana... thanks buat nemenin jualan lidah buaya malem-malem hahahaha...

And terakhir buat lo yang ngaku sweety, lo sangat berperan buat gw pede sangat-banget-sekali. Se-engganya, i feel i'm much better after i saw the **blogger-emoticon.blogspot.com (penasaran kan?? penasaran toh?? *ketawa setan mode on blogger-emoticon.blogspot.com*)
What? Selfish? well, who doesn't?

Sabtu, 20 Desember 2008

Precious Weeks

Minggu ini brarti minggu terakhir sebelum natalan...kalo gw lihat lagi kebelakang, rasanya minggu-minggu ini precious banget dari minggu-minggu dibulan lain. Karena minggu ini adalah
Minggu-minggu dimana rasanya gereja penuh banget sama anak-anak yang datang latihan nari, nyanyi, drama.

Minggu dimana suara lagu natal tumpang tindih terdengar untuk berbagai tarian,

Minggu dimana gw selalu denger Alu (temen gw yang ngajar tarian malam kudus) jejeritan, "satu..dua..tiga..empat..satu..dua..Yanti putar yanti..YANTI PUTAAAAAAARRR!!!!" gelakguling,

Minggu dimana gereja selalu lebih kotor dari hari-hari biasa, karena anak-anak dateng basah-basahan karena kehujanan dan kebanjiran,

Minggu dimana gw harus gratak-gratakin lemari dibawah loteng buat nyari segala macem tongkat, gaun, jubah-jubahan sambil sesekali jejeritan karena kejeduk,

Minggu dimana rasanya begitu dekat satu sama lain karen kita bekerja untuk suatu tujuan yang sama,

Minggu dimana kadang kami pulang dengan muka letih dan hati berat karena beda pendapat soal tarian, lagu dan drama dan merasa pengen give up,

Minggu dimana Ersin (ketua pemuda gereja kami) selalu beliin coklat gery, yummy lapar

Minggu dimana gw ketemu sama orang-orang yang rela bayar harga buat Tuhan Yesus yang mereka sayangi, yang begitu kami cintai..

anak-anak yang ini -->
rela nunggu ujan reda, bersepeda jauh dan melewati banjir demi latihan tarinya.

Agus ( yang pake baju kuning) -->
rela nyantol di gereja dari pagi ampe malem demi maenin keyboard buat latihan anak-anak, karena gereja kami ini gereja kecil dan hanya mempunyai 1 orang pemusik.

Sungguh gw merasa diberkati banget buat ketemu sama orang-orang yang rela bayar harga buat Tuhan Yesus yang mereka sayangi, yang begitu kami cintai...
Membuat gw mengerti,
melayani Tuhan itu, bukan pertunjukan bakat musik, bukan kebolehan unjuk suara emas, bukan mimbar yang lo sulap jadi catwalk pribadi ataupun keberadaan lo disitu yang membuat lo merasa penting.
melayani Tuhan itu berasal dari kerendahan hati, karena elo dipilih bukan karena bakat melainkan karena berkat.

Have A Nice Weekend All
GBU senyum

Senin, 08 September 2008

Hujan di Weekend Lalu

Ngga ada yang terlalu banyak diceritain weekend ini selain hujan..
Dan ngga ada yang lebih nyenengin selain berdiri dibawah hujan sambil menikmati bulirnya sampai menggigil dan gigi bergemeletuk. Dan gw melakukan semuanya weekend kemaren sengihnampakgigi

..........................................rosrosros .......................................

Sabtu malam, gerimis mulai datang dari jam 6. Gw keluar makan bakso sama Guinness, gerimisnya menitik ampe jam 9 lewat. Dingin dan gw mulai masuk angin. Akhirnya kita pulang jam 8, dia nemenin gw dirumah ampe jam 8.30, soalnya dia mau pergi lagi ke gereja buat nyiapin sound system buat ibadah besok.
Emmmm... Gerimis membuat perasaan jadi romantis ya?? senyum

Minggu pagi, gw berenang ama anak-anak. Teman SMA gw. Banyak yang diceritain, banyak cerita dan candaan untuk di bagiin. Akhirnya, hujan turun. Airnya memantul di permukaan kolam. Makin lama, makin deras..
Ngga ada yang lebih menyenangkan selain sahabat dan hujan. Dan gw mendapatkan semuanya itu dalam satu pagi senyum

Minggu siang, langit masih mendung, gerimis rintik-rintik. Ngga banyak yang mau membagi waktunya untuk menemani seorang egois untuk memutari pusat perbelanjaan, hanya untuk mencari sesuatu barang tak berharga. Enakan tidur di siang yang dingin sambil minum secangkir kopi. Tapi, ngga gitu dengan mama. Dia nemenin gw nyari syal di mall. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, gw gandeng tangan mama.
Hujan dan mama... perpaduan yang sempurna senyum

Senin.
Gw nulis disini, memikirkan semuanya dan hanya bisa berterima kasih pada Bapa..
Langit mulai mendung, apa lagi yang akan gw dapat??

Nah..
itu dia sang gerimis datang

.....................................................................................................................................................................