Jumat, 05 Februari 2010

Bapak dengan senyum santa ala negro


Saya sangat tidak menyukai polisi. Terkadang polisi itu sangat mengganggu, dengan sikapnya yang angkuh dan sok galak.
Kecuali satu. Oh dua mungkin jika boleh saya tambahkan si abang ipar baru.
Saya tidak pernah ingat namanya siapa. Seingat saya, dulu saya memanggilnya bapak. Polisi lalu lintas yang sering membantu saya menyebrang jalan waktu SD.
Orangnya tinggi besar, tegap dan berkulit hitam. Sekilas jika dilihat, perawakannya sungguh sangat menakutkan, jika tidak mengenakan seragam polisinya, mungkin orang-orang akan mengira dia preman pasar senin yang berjarak hanya 300 meter dari sekolah.
Tapi kau harus melihat ketika dia tersenyum, ada kerutan di sudut mata dan pipinya yang membuatnya terlihat lebih seperti kakek santa versi orang negro.

Bapak selalu memegang tanganku erat-erat sambil meniup peluitnya yang memekakkan telinga, dan ajaibnya kendaraan yang lalu lalang bisa langsung berhenti ketika peluit itu berbunyi. Ketika saya bertanya mengapa, dia selalu menjawab "ini peluit ajaib." Pernah sekali saya ingin meminjam peluitnya ke sekolah, tapi Bapak berkata, peluit ini hanya berfungsi jika yang meniupnya orang dewasa. Belakangan baru saya mengerti dia tidak ingin saya seperti anak hilang, berlarian dijalan dan menyebrang sembarangan hanya berbekal sebuah peluit.

Dia juga selalu memberikanku lima batang lolipop berbentuk hati yang berisi plum ditengah-tengahnya jika dia pulang dari dinas entah dimana.

Bapak jugalah yang mengantar saya masuk ke gedung sekolah dan berbicara dengan wali kelas saya ketika saya ngadat di gerbang karena salah mengingat untuk memakai seragam olahraga, bukannya rok cokelat pramuka.

Ketika saya naik ke kelas empat, bapak tidak ditugaskan menjaga jalan di depan sekolah kami lagi. Dan keluargaku pindah rumah yang lebih jauh letaknya dari sekolah. Saya diantar jemput, tidak lagi berjalan kaki sendirian ke sekolah.
Tiga belas tahun berlalu dan saya tidak pernah lagi bertemu dengannya, bahkan hampir lupa. Hingga pagi ini, ketika saya mengantar adik-adik sekolah. Pulangnya saya terpaksa berhenti di tengah jalan, ada mobil aparat yang hendak menyebrang, jalur kiri sudah berhenti, jalur kanan masih ramai. Dan didalam mobil dengan jendela terbuka itu, ada seseorang yang menunjuk dan tersenyum kepada saya.
Dan disanalah dia, bapak dengan senyum santa ala negro. Masih dengan seragam polisinya, masih ingat saya. Dan untuk pertama kalinya saya ingat untuk membaca namanya....

Sutikno.




7 komentar:

Arman mengatakan...

wah baik banget ya si pak polisi. trus pas ketemuan lagi sempet ngobrol2 juga gak?

Once in a Lifetime mengatakan...

Masih ingat ya sama tha? mungkin sekarang pangkatnya udah naik ya? nggak ngatur lalin lagi..

Icha mengatakan...

Baik bgt ya tha... Jarang lo ada polisi spt itu jaman skrg ini...icha jd terharu..

BabyBeluga mengatakan...

Wah baik sekali yah Bapaknya itu. Disini anak2 kalu pergi sekolah gw anter sampe jalanan utama sebelah sekolah darisana mereka nyebran, dibantu ama Crossguard. Biasanya Crossguardnya tiap th diganti, tp untung selalu dapet yg baik hati tuh

Pucca mengatakan...

satu diantara seribu tuh tha, polisi kaya gitu, you're lucky you found two hehehe :P

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

*terharu*

salut ma bpk sutikno.. :)

Tha mengatakan...

@ Arman : ngga ko, senyum-senyum aja :p

@ Once a life time : iya, buktinya sudah bawa boil :D

@ ICha : iya tuh cha, langka banget tu orang, hampir gw museumin

@ Baby beluga : bagus de kalo yang baik, disini jarang ada yang baik :)

@ apalah itu : arigatou gozaimasu kekekekkekeke

@ Pucca : ember vi...jarang2 ada

@ Pohon : *angkat topi*