Selasa, 30 April 2013

[bukan] CINTA ?


Dear,
Setau saya, cinta itu tidak membuat sakit.
Cinta itu tidak membuat kita saling tertekan, hanya karena kita masih memaksa bertahan, karena kita tidak berani mengambil keputusan, takut salah jalan.
Cinta yang saya kenal dulu, adalah cinta yang membuat saya bahagia. Tak peduli seberapa lelahnya saya.
Cinta yang saya tau itu, tidak pernah memaksa saya berubah menjadi seseorang yang bukan saya.

Dear,
Untuk mencintai kamu, saya sudah berubah menjadi seseorang yang tidak saya kenal.
Selama ini saya selalu meyakinkan diri saya untuk bersikap baik, untuk menjadi orang yang pengertian dan sabar, toleransi saya sudah seperti karet, saya ulur selebar-lebarnya.
Sampai akhirnya semua itu berbalik, seperti bumerang, menyakiti diri saya sendiri.

Dear,
Saya hanya ingin kembali menjadi saya yang dulu.
Saya yang bebas dan memiliki semua hal yang bisa membuat kepala saya tetap tegak berdiri, namanya harga diri.
Dan dengan kamu, semua itu hilang tertelan rasa toleransi saya yang saya berikan dalam dosis sangat tinggi, hanya karena apa yang dulu kita sebut cinta. Dan sekarang gantian saya yang sakit.

Dear,
Apa lebih baik, cinta itu saya kembalikan saja kepada pemiliknya?
Karena cinta yang kamu tawarkan dulu, sekarang dan katamu sampai selama-lamanya itu,
Saya...
tidak berniat lagi menyimpannya...






Sabtu, 27 April 2013

!




FUCK YOU.






Jumat, 26 April 2013

Tuhan punya cerita : Teori Amanda


"Dua enem emang tanggal sial nih, kalo ada musibah, jatoh-jatohnya pasti di tanggal ini deh".

Kalimat diatas tadi hadiah dari temen saya, Amanda. Anaknya lucu, agak chubby dan hobby banget makan.
"Apa maksudnya tuh Man? jadi saya musibah donk"
"eh..eh.. hahahahaha...ngga maksud jujur ding" Amanda mesem.

Percakapan diatas dimulai pukul delapan lewat tiga puluh menit. Saya dan beberapa temen lainnya baru aja pulang dari kantor.
What a hetic day, masih dengan baju kantor lengkap, muka keringetan, rambut lepek dan muka capek meskipun cakep *teteuuup*
Hari ini tanggal 26. Tanggal keramat, semua hal buruk terjadi pada tanggal 26, begitu teori Amanda.
Tsunami, ustad Jeffry yang meninggal, kebakaran hebat di tengah kota, meninggalnya anak nasabah kami yang luar biasa humble (i'm sorry for your lost Pak Yan), dan tak tertinggal hari lahir saya.
*tsaaahhh*

Pagi ini saya terbangun oleh bunyi pesan singkat yang masuk berjejalan di handphone saya. Bangun pagi dengan limbung, saya mandi tanpa curiga.
Cuaca bagus, mood bagus. Tidak ada tanda-tanda ada bencana.
Nyampe di kantor kerjaan menumpuk, dikejar sampai gempor juga gak selesai-selesai. Jadwal test yang direncanakan akhir bulan depan dimajukan sampai pertengahan bulan. Jadilah orang-orang kantor, supervisor dan atasan sibuk wara wiri nyari info, kita dijadwalkan latihan setiap weekend sampai hari test tiba.
Sorenya setelah kerjaan hampir beres, eeehhh black out. Seluruh kota seperti kota mati, listrik padam, dimana-mana gelap. Jadilah kita yang bertitle anak kos ria semuanya pada numpuk di kantor nunggu listrik nyala.
Lama ditunggu-tunggu, chattingan masuk, temen saya punya temen, ngabarin ada kebakaran hebat di jalan protokol kota. Dan hebohlah Diana, teman sekantor saya yang notabene punya toko mas di jalan protokol tersebut. Singkat cerita pergilah kami beramai-ramai nganterin Diana buat ngecek tokonya, apakah terbakar, apakah tidak. Apakah Diana harus beli ruko baru? apakah Diana menghibahkan semua perhiasan di tokonya buat kami? dan apakah-apakah yang lainnya.
Sampai di ujung jalan masuk, kami dihentikan oleh polisi ganteng. Jalan ditutup demi keamanan. Diana separo histeris, pengen liat keadaan ruko, dan keluarganya yang tinggal disitu.
Kami berbalik haluan, nyari jalan tikus. Api berkobar hebat, mustahil untuk dipadamkan, sedangkan di deretan ruko yagn terbakar ada gudang gas LPG. Dan jika api menyebar sampai kesitu, yaahh...wasallam.
Sepanjang jalan saya mulai berdoa, "Tuhan turunkanlah hujan".

Kemudian kami berhasil mendapat info, rukonya Diana aman, histerisnya Diana yang ala-ala drama queen ngga guna, api jauhnya masih 8 ruko dari titik kebakaran. Jadilah kami semua ramai-ramai di daulat Diana untuk makan nasi goreng. Ini ceritanya habis gelap terbitlah terang.
Makan dan cerita berakhir pukul 9 lewat banyak. Saya anter Diana pulang, dan langit mulai mendung. Ditengah perjalanan, hujan turun deras, dan saya lupa membawa mantel. What a great sense of humor He has. Seolah-olah Tuhan saya sedang berkata "bukannya tadi kamu minta Saya nurunin hujan?".

Dan disinilah saya, jam 11 malam, mengetikkan setiap huruf di depan komputer dengan badan sedikit demam, listrik yang hidup-padam, kota yang sunyi dan lelah luar biasa.
For Christ's sake, today is my birthday (--")..
Haaatchhhiii...


 
But, i'm happy  *guilty* :)




Rabu, 24 April 2013

For The Sake of The Old Time




Seorang sahabat, dari pulau seberang sana mengirimkan saya sebuah hadiah ulang tahun. Ulang tahun ke 24 saya yang dengan tidak sopannya di daulat maju beberapa hari dari tanggal seharusnya oleh dia.
Yes you. Yang mengaku sedang hidup berselibat hanya karena belum dapet gacoan baru. Ciiihh.

Bungkusan saya robek, didalamnya terdapat dua buah kotak berwarna biru muda. Diatas sebuah bingkisan terdapat sebuah catatan kecil darinya "for the sake of the old time ya tha :)". Begitu bunyinya. Membuat saya tersenyum, dan kemudian berpikir.

Old time, sounds a way too long.
Berapa lama kita saling mengenal? Lima? Tujuh tahunkah?
Kurangi setahun ketika kita tiba-tiba terlalu sibuk dengan hidup kita masing-masing, dan tiba-tiba saja roda mulai berputar.
Satu persatu mereka mulai pergi, dan tinggallah kita, dan mungkin segelintir orang. Yang masih ingin tinggal untuk sekedar bertanya kabar.

Bagaimana seseorang bisa berubah begitu cepat?
Bagaimana rasa sayang bisa menguap menjadi kepulan asap, hanya karena perubahan bentuk, rasa dan rupa?
Dan bagaimana cinta bisa terlupa hanya karena perbedaan haluan?

Malam ini, saya menuliskan kalimat-kalimat ini untuk seorang sahabat. Yang untuknya saya memutuskan masih ingin tetap tinggal. For the sake, of the old times :)


 Love,


Sabtu, 20 April 2013

Homesick

 owe the pic from here

Mama, sekarang saya sedang duduk sendirian dikamar yang terasa terlalu luas ini ma, sudah jam 11 malam rupanya, dan saya sedang mengetikkan setiap huruf ini sambil memegang tissue. Mata saya sembab gara-gara flu berat, hujan turun lebat, dan saya kangen rumah.

Kamar ini kosong ma, ngga ada tas dede yang teronggok saja di depan pintu, ngga ada kemeja atau blazer saya yang digantung asal di jendela, menunggu mama pungut diiringi omelan mama yang seperti lagu indonesia raya di pagi hari. Lagu wajib, begitu kami menyebutnya.

Udara disini sangat panas, dan saya ngga bisa lagi memakai selimut kain perca yang mama hadiahkan itu. Selimut kesayangan saya, yang mama jahitkan setelah dokter ganteng itu bilang saya flu terus-terusan karena alergi dingin. Sekarang, selimut itu saya jadikan teman tidur ma, pengganti guling, pengganti mama,saya peluk begitu saja. Mungkin kalau selimut itu punya hati, saya rasa dia bakalan tersinggung berat, karena dipergunakan tidak sebagaimana mestinya.
*tsaaah saya mulai melantur ma, kalau ngomong saya memang susah fokus. Ya kan ma?*

Malam disini terlalu sepi ma, ngga ada lagi bisik-bisik adek abege yang diam-diam menelpon sama pacar abegenya. Ngga ada lagi tawa cekikikan tertahan kalau-kalau saya memergoki mama makan biskuit dan ngopi dimalam hari, padahal katanya mama mau diet.

Mama, saya kangen dimana semua masalah dapat saya lupakan hanya dengan menangis berjam-jam di meja dapur, ditemani secangkir teh jahe buatan mama yang hampir tidak pernah disentuh karena saya duluan jatuh tertidur.
Saya kangen wangi minyak kayu putih yang mama gosokkan di punggung saya ketika saya flu berat dan susah bernapas .

Ma, akhir-akhir ini hidup jarang ingin bersahabat.
Banyak masalah hilang timbul dengan cepat, memaksa saya berlari hingga lelah. Dan saya ingin pulang.
Dan jika saya tertidur di meja dapur lagi nanti, kali ini saya janji, teh jahe itu akan saya habiskan terlebih dahulu.
Ma, saya kangen rumah.
Terlebih lagi, saya kangen mama...