Sabtu, 20 Februari 2010

Cinta Kacang Rebus












Ada yang bilang, mencintai itu sederhana. Sangat sangat sederhana.
Ada lagi yang bilang mencintai itu lebih rumit dari komplikasi penyakit liver, ginjal dan jantung, patah tulang iga plus kantong kempes dijadiin satu.

Saya ingat dulu, satu-satunya anggota keluarga yang paling akrab dengan saya adalah papa. Dulu papa saya adalah seorang supir truk yang muda dan sederhana. Setiap sore sepulang kerja, kadang jika cuaca sedang bagus, dia akan mengajak saya memutari alun-alun kota, berdua, dengan truknya yang berbunyi seperti genset. Dan saya akan pulang dengan menenteng sebuah balon hijau sambil bernyanyi-nyanyi senang. Ya, ironisnya sewaktu kecil saya sangat tergila-gila dengan balon berwarna hijau. Bukan merah mudajelir
Ada suatu hari, waktu kami sedang memutari alun-alun papa membelikan saya sebuah permen raksasa, warnanya merah muda dan langsung hilang ketika sampai di mulut.
"enaaaaaak sekali".
Begitu ceritaku pada mama waktu itu, dan mama sambil tersenyum berkata : "kog ngga dibawa pulang buat mama? gak sayang yah sama mama?"
Dan saya ingat, hari itu saya tertidur dengan hati yang super sedih, hanya karena merasa bersalah dan kasihan tidak membagi permen raksasa itu dengan mama.

Beberapa hari kemudian, ketika kami lagi lagi kembali ke alun-alun, papa membelikan saya kacang rebus seharga lma ratus rupiah, dibungkus kertas koran yang dilipat menyerupai kerucut.
Kaacang rebus itu saya sisakan separuh, saya bawa pulang untuk mama. Papa hanya bisa tertawa
"habiskan saja, lain kali kita belikan buat mama" begitu katanya.
Tapi saya keras kepala. Waktu itu, bagi saya kacang rebus yang sudah tinggal separuh itulah bukti cinta saya untuk mama.
Ya sesederhana itu.


Sekarang, ketika menuliskan ini, saya sudah mengerti. Semakin dewasa seseorang, semakin kompleks peraaan yang dimilikinya dan semakin besar tanggung jawab akan perasaan itu sendiri.
Tadi saya habis bertengkar dengan mama tentang permintaannya, yang tidak dapat saya penuhi? atau saya tidak ingin? dan ketika dia berbalik keluar dari kamar pagi tadi, seiring dengan air mata saya yang terjatuh satu-satu. Saya mengerti bahwa saat ini separuh sisa kacang rebus saja sudah tak cukup.
Ternyata, mencintai tidak sesederhana itu ya jelir


6 komentar:

Arman mengatakan...

Tha, cinta itu gak diukur dengan materi.

contoh cerita lu pas kecil itu pun pasti cuma becandaan nyokap lu aja. gak mungkin nyokap lu jadi gak cinta ama lu gara2 lu gak bagi permennya kan?

gitu juga dengan sekarang. persoalan, masalah, argumentasi itu pasti ada aja dimana aja dan dengan siapa aja. dengan orang yang kita cintai maupun gak kita cintai. dan jelas itu bukan ukuran cinta atau tidak. kalopun sekarang lu ada masalah ama nyokap lu, itu bukan berarti nyokap lu gak cinta lagi ama lu kan... gitu juga sebaliknya. sekesel2nya lu ama nyokap lu, bukan berarti lu gak cinta ama dia kan... :)

moga2 segera ketemu way out nya ya!

Judith mengatakan...

Tha... aku paling suka maem kacang rebus, nyammmii dikletus kletus sambil nonton TV he he! ..

Mudah2an dari peristiwa yang Tha alami ini ada Hikmahnya buat diri Tha untuk semakin mengenal arti cinta yang sesungguhnya.. Makna cinta sesungguhnya nggak bisa diukur say.. Terlebih lagi Kasih Sayang seorang Ibu.. sedalam lautan ;)

GBU Tha..

Anonim mengatakan...

wuiihh
merinding aku bacanya
postingannya keren neng.

ckckck

Pucca mengatakan...

iya, makin besar kita makin besar pula pengorbanan yang harus kita berikan untuk satu kata bernama cinta. :)

mr.snugglemars mengatakan...

tha,
dont be sad.

if it's good, it will bring a good thing in the future.
bilang maaf ke mama.
supaya gak ada beban dan kepahitan.

Pohonku Sepi Sendiri mengatakan...

separuh kacang rebus utk mama, bagiku sdh merupakan tanda cinta yg indah dari seorang anak, tha..

cuma memang, dalam satu dan lain persoalan.. sebuah pengertian lah yg bisa menjawabnya, tdk hanya dgn separuh kacang rebus..

semoga bisa ketemu jalan keluarnya ya tha.. :)