Retoris.

Angin terlalu keras berlari, meniup continuous formku berhamburan di lantai porselen yang keras dan dingin. Aku menatap, Ya. Hanya menatap. Tak berniat memperbaiki apa yang sudah terlanjur rusak di depan mata, pikiranku menghambur. Berlari bahkan entah ke dimensi mana aku tak tahu.

Perasaan itu kembali mengunjungiku, berharap hingga kebas, berdoa hingga mati rasa. Lalu kemudian kecewa, meski aku tahu rasa itu pasti. Seperti seorang anak kecil yang mati-matian berharap bahwa kado kecil di tangannya berisi boneka beruang besar yang hangat. Dan begitu ia membuka kotaknya, yang ditemukannya hanyalah segumpal permen kapas. Kemudian tanpa alasan menangis sejadi-jadinya. Mengapa? bukankah harusnya ia sudah tahu kotak kecil itu takkan muat untuk dijejali sebuah boneka beruang? Lalu mengapa tetap berharap? Mengapa masih menangis?

Sayup-sayup sepotong lyric lagu aerosmith kembali membawaku kedunia nyata.
I don't wanna miss a thing. Tidakkah si bodoh itu terlalu berharap? pada akhirnya kehilangan sedikit takkan terlalu menjadi masalah besar. Even if you missed more than one thing, it doesn't mean you'll lose all.
Lagu bodoh itu kembali berputar, menjawabku dengan suatu kalimat tegas ' but i don't want to miss a thing '.
Well, setidaknya menjadi bodoh itu persoalan personal. Ya bukan?