Selasa, 06 Juli 2010

Peti Mati dan Ukiran Berwarna Emas


Tha, neneknya Kak Agus meninggal tadi pagi, katanya sih jatuh dari tangga. Kita ngelayat besok malam ya..
From : Vita
Received : 17-Jun-2010 09:48

-----

Saya ini kecil. Tingginya 160 cm, beratnya hanya 45 kilogram, banyak yang bilang jika di telepon suara saya hanya seperti anak ABG yang berumur tak lebih dari dua belas tahun. Dan ketika dulu saya mengambil pelayanan penghiburan di gereja, banyak yang meragukannya.
FYI pelayanan penghiburan di gereja saya bukanlah tentang bermain gitar klasik ataupun keyboard, bukan pula menjadi singer yang berpakaian rapi di mimbar. Seksi penghiburan lebih bertugas memesan karangan bunga, menenangkan keluarga yang menangis-nangis histeris, menghadiri upacara pemakaman dan membeli minyak urapan untuk jenazah. Singkat kata, kami mengurusi upacara kematian.

Saya terbiasa di telpon dan mendengar kabar buruk, terbiasa bolak balik membeli minyak yang akan diurapkan pada jenazah, tidak takut lagi melihat tubuh manusia yang sudah tak bernafas dengan kulit yang berwarna biru kekuningan, dan pernah beberapa kali mendaki bukit di singkawang untuk memakamkan jemaat.
Dan pada suatu waktu di kebaktian penghiburan, saya bertemu neneknya Kak Agus. Neneknya Kak Agus pendiam, berperawakan kurus tinggi dan suka menggorengkan kami kue talas jika kami bertandang kerumahnya. terakhir saya bertemu dengannya, dia masih duduk di kursi kayunya yang biasa, di depan layar TV, dan mendengarkan kami bernyanyi. Masih sangat sehat, dan saya tidak tau mengapa pagi itu saya menerima sms yang mengatakan bahwa dia sudah pergi.

Saya tidak tau daging itu terbuat dari apa. Ada yang mengatakan terbuat dari debu dan tanah, mungkin juga. Debu yang tidak pasti kapan akan seret tertiup angin. Bisa jadi hari ini, bisa jadi besok, ato lusa, ato 10 tahun lagi?
Yang pasti, saya kembali menyadari satu hal. Alasan saya dulu memilih pelayanan ini, adalah ketika saya sampai pada moment itu, waktu saya berdiri di depan sebuah peti mati dengan ukiran berwarna emas di sisi-sisinya, dengan sebuah pemikiran yang tiba-tiba melintas ; bahwa bukan seberapa lama kau bisa hidup, tapi seberapa penuh hidupmu.
Dan pada itu saya bersyukur, ketika pagi ini membuka mata, masih ada orang-orang yang mencintai saya,bersyukur bahwa saya bisa belajar sehari lebih lama, bersyukur karena hari ini, saya hidup.




9 komentar:

Pucca mengatakan...

iya, kadang kalo ada kematian baru kita bisa mensyukuri kehidupan :)

Arman mengatakan...

setuju ama viol...
yah kita harusnya selalu mensyukuri atas kehidupan yang kita jalani ini ya...

54kt1 mengatakan...

sungguh pekerjaan yang mulia,merawat jenazah dan menghibur mereka yang ditinggalkan. pasti banyak yang mencintaimu, perempuan berhati emas...

Once in a Lifetime mengatakan...

Salut nih, biarpun ada yang meragukan kamu.. tetap jalan terus pelayanannya. Dan saya setuju, hidup jangan diukur dari lamanya tapi kualitasnya!

mr.snugglemars mengatakan...

sangat dewasa ...


:D

you're amazing :)

Yuliana-Fun mengatakan...

good sharing tha :)

Gogo Caroselle mengatakan...

hello tha,
first timer here
dan isinya mengharukan bgt...
nice to read you, dear
:)

pre mengatakan...

merinding bacanya..
tetapi itu benar, kita harus ingat mati.
biar tahu hidup itu harus dinikmati.
dan saya juga bersyukur, saya masih hidup untuk bisa blogwalking kesini.

Tha..^^ mengatakan...

@ Viol : iya..bener tuh vi

@ Arman : sip buat ko arman :D

@ Sakti : Ngga gitu kog, sebenernya cuman buat ngisi-ngisi waktu luang aja

@ Once a LIfe time : thanks ci ^^

@ Denny : akhirnya ngaku juga kan aku dewasa hakhakhakhak

@ Fun : Thanks fun ;)

@ Gogo & Pre : thx juga udah mampir, salam kenal ya :)