Senin, 10 Juni 2013

Maret





Ben, tahun ini sepertinya maret datang terlambat.

Rupanya, batang-batang jagung itu tumbuh belum terlalu tinggi ketika saya datang.Dan pula, tanah masih belum begitu kering. Disinilah kita bermain dulu menangkap capung dan mengejar angin.
Siapa yang sangka, hari ini saya bisa begitu merindukan hari itu.
Merindukan kamu yang selalu memarahi saya yang datang terlambat, padahal katamu, kau sudah berteriak memanggil namaku berulang kali dari atas pohon jambu di depan rumahku.
"Anak perempuan memang begitu sih, lelet. Suka terlambat". Rajukmu selalu.

Dulu, kamu pintar sekali membuatkan mahkota dari lilitan ilalang di tepi jalan. Katamu itu adalah tiara. Dan kalau kita menikah nanti, tiara itu akan kamu gantikan yang asli. Kataku aku mau yang terbuat dari giok dan batu zamrud.
"Yang besaaaaar ya Ben" pintaku.
"Ya, nanti aku belikan yang besar".
Ben, sadarkah kamu dulu kita belum lagi genap sebelas tahun? Betapa polos dan naifnya kita.

Ben, siapa yang sangka, hari ini kita kembali berdiri berhadapan.
Kamu dengan kemeja dan jas rapi. Saya, dengan gaun kembang putih dan tiara. Kali ini tiara sungguhan Ben, meskipun bukan terbuat dari giok dan batu zamrud besar. Sebuah buket mawar putih di tangan, bukan lagi ilalang.
Kamu dan aku berdiri berhadapan, pada sisi yang berseberangan, dengan hati jumpalitan.
Dan demi sepotong masa lalu yang kembali membias, saya tersenyum.

"Siapa yang sangka kamu menikah duluan. Dulu katanya kamu mau tunggu aku?" Kelakarmu.
Lagi-lagi saya hanya bisa tersenyum. Lidahku tiba-tiba terasa kelu.
Dulu saya memang menunggu Ben. Cukup lama. Karena katamu kau pasti pulang, ketika ayahmu dipindahkan ke kota lain dan kalian ikut-ikutan diboyong pergi.
Lalu kemudian keadaan berubah Ben, kita menjadi dewasa. Dan janjimu, kemudian hanya bisa saya simpan rapat-rapat di sudut-sudut kotak pandora saya.

"Selamat ya. Yang bahagia, hidup bahagia sampai tua. Kawan masa kecilku yang cantik" katamu. Kemudian kau jabat tanganku. Lama.

Ya. Hidup yang bahagia juga ya Ben, sampai tua. Seperti janji kita dulu.
Sayangnya kali ini, adalah hidup yang akan kita jalani sendiri-sendiri.
Bukan lagi hidup kita.
Tapi hidup saya.
Hidup kamu.

Maaf Ben,
Untuk janji yang terlewati.
Karena mungkin kali ini, waktu sudah mulai menua,
Dan janji itu sudah habis umurnya.
Atau mungkin kali ini, kamulah yang datang terlambat.




Minggu, 19 Mei 2013

Those Old Days

 


 When was the las time you thought of me?
Adele - Don't you remember

 ****

Waktu itu, beberapa tahun yang lalu, tidak-tidak.. beberapa belas tahun yang lalu, kita tidak seperti sekarang. Iya kan? kamu ingat?

Saya tau, setelah kamu membaca tulisan ini, kamu kemudian akan mengomeli saya panjang lebar, bahwa saya tidak hidup dalam realita, bahwa saya cengeng dan tidak kuat, bahwa saya mulai melupakan ajaran kamu, bahwa saya harus berdiri tegak-tegak. Tapi, sehari ini saja, dalam beberapa menit ini saja, ijinkan saya mengingatnya. Boleh kan?

Waktu itu, kita semua tinggal bersama, kamu dan saya, bukannya berlainan kota seperti sekarang.
Waktu itu kita punya gaun kembar kembang-kembang, punyamu biru, saya merah. Ingatkan? Gaun yang selalu tidak mau kau pakai, katamu brokat dan rendanya bikin gatal, tapi saya suka, seperti princess kata saya. Kamu tidak suka princess, karena katamu kau pendekar wanita.
Waktu itu jika kamu sakit, maka saya akan menangis sampai demam, sampai saya ikut-ikutan sakit, bukan karena mengkhawatirkan kamu, tapi karena saya tidak punya teman bermain. Dan jika kita sudah sakit, maka dia akan pulang lebih awal, iya kan?
Lalu dia mulai sibuk di dapur, memasakkan kita bubur, membangunkan kita malam-malam untuk minum obat, mengganti kompres.
Dulu dia tidak pernah lupa jadwal sekolah kita, pe-er yang tertunda. Dulu dia bisa apa saja. Membuat kandang marmut, mengambil bola bulutangkis yang tersangkut di atap, dan main harmonika. Dulu dia bisa memenuhi apapun permintaan kita.
Dulu dialah superheronya, dan dulu dia sayang kita, iya kan?...akui sajalah.

Waktu itu tidak ada yang saya takutkan, karena saya punya kamu, dan kita punya dia. Tapi sekarang saya takut. Terlalu banyak hal yang saya takutkan, sepertinya saya meniti jalan sendirian, dan sedikit sekali pegangan.
Sekarang kita tidak punya dia, dan kamu terlalu jauh untuk saya temui kapan saja.
Nie, hari ini bolehkan kalau saya bilang saya kangen papa?
Kamu juga kan?
........
Akui sajalah...




Selasa, 30 April 2013

[bukan] CINTA ?


Dear,
Setau saya, cinta itu tidak membuat sakit.
Cinta itu tidak membuat kita saling tertekan, hanya karena kita masih memaksa bertahan, karena kita tidak berani mengambil keputusan, takut salah jalan.
Cinta yang saya kenal dulu, adalah cinta yang membuat saya bahagia. Tak peduli seberapa lelahnya saya.
Cinta yang saya tau itu, tidak pernah memaksa saya berubah menjadi seseorang yang bukan saya.

Dear,
Untuk mencintai kamu, saya sudah berubah menjadi seseorang yang tidak saya kenal.
Selama ini saya selalu meyakinkan diri saya untuk bersikap baik, untuk menjadi orang yang pengertian dan sabar, toleransi saya sudah seperti karet, saya ulur selebar-lebarnya.
Sampai akhirnya semua itu berbalik, seperti bumerang, menyakiti diri saya sendiri.

Dear,
Saya hanya ingin kembali menjadi saya yang dulu.
Saya yang bebas dan memiliki semua hal yang bisa membuat kepala saya tetap tegak berdiri, namanya harga diri.
Dan dengan kamu, semua itu hilang tertelan rasa toleransi saya yang saya berikan dalam dosis sangat tinggi, hanya karena apa yang dulu kita sebut cinta. Dan sekarang gantian saya yang sakit.

Dear,
Apa lebih baik, cinta itu saya kembalikan saja kepada pemiliknya?
Karena cinta yang kamu tawarkan dulu, sekarang dan katamu sampai selama-lamanya itu,
Saya...
tidak berniat lagi menyimpannya...